Senin, 16 Mei 2011

Jangan bilang banci

Langit sangat cerah pada siang hari itu. Perasaan itulah yang menggambarkan suasana hati Lana sekarang. Seorang anak lelaki yang sering di sebut-sebut sebagai anak laki-laki yang kemayu. Lana sangat gembira pada saat ia menerima piala dari gurunya, karena ia telah menang lomba membaca syair. Piala itu pun diletakkan sangat hati-hati di dalam tasnya. Lana pu melangkahkan kaki menuju rumahnya. Lana tidak berani menunjukkan piala yang ia dapatkan kepada kedua orang tuanya. Ia teringat dengan anyaman yang pernah ia buat dan dibuang oleh ayahnya. Ayahnya tidak suka sekali dengan Lana karena  membuat anyaman itu adalah pekerjaan perempuan. Lana pun berfikir ia takut piala ini juga di buang oleh ayahnya. Kakinya pun berjalan sangat pelan untuk memasuki rumahnya. Setelah Lana masuk, tiba-tiba Abangya pun tidak sengaja menyenggol Lana. Lana pun terjatuh dan tas yang berisi piala itupun langung terbalik. Melihat tasnya itu jatuh, Lana pun langsung mengeluarkan air matanya di depan kedua orangtuanya dan abangnnya
“ Kenapa sih kamu menangis? Baru tersenggol sedikit saja sudah mengeluarkan air mata. Sadar dong dek. . kamu itu anak laki-laki, anak laki-laki itu tidak boleh nangis, cengeng kamu seperti perempuan saja. Kenapa ya nama kamu itu lana? Seharusnya nama yang cocok buat kamu itu bukan lana tetapi luna. Hahahaha,” ejek abangnya pada Lana.
Ayahnya yang sedang menonton TV di ruang keluarga langsung menyambung pembicaraan lana dan abangnya.
“ Ia, kenapa kamu ini nak, ayah tidak suka punya anak cengeng seperti mu, kamu itu cowok nak,” seru ayahnya kepada Lana.
Lana menangis bukan gara-gara ia kesakitan, tetapi karena pialanya sudah hancur karena terjatuh. Hati Lana pun sangat sakit pada saat itu.
“ Kenapa sih orang di rumah ini tidak ada yang membela aku, tidak ada yang bisa mengerti aku? Memang perempuan saja yang boleh menangis? perempuan saja yang punya perasaan sedih ? Perempuan itu juga manusia kan? Sama seperti aku. Kenapa semua ini harus terjadi padaku?” Ujar Lana berbicara sendiri dengan terengah-engah.
Ia mengikuti banyak perlombaan salah satunya adalah syair, menari, fashion show, dan membuat anyaman. Perlombaan yang Lana ikuti ini semunya mendapat juara dan piala. Piala-pialanya pun sudah banyak di kumpulkan di atas lemarinya. Tetapi ayah dan ibunya sangat tidak suka melihat aktivitas Lana sebagai perempuan. Lana sering bermain dengan teman-teman ceweknya dan sering mengikuti aktivitas perempuan. Tetapi kemauan ayah, ibu dan Abangya itu ingin Lana beraktivitas seperti layaknya anak laki-laki yang gagah. Kedua orang tuanya itu ingin melihat anaknya ikut olimpiade bahasa inggris, mtk dan yang lainnya. Tetapi Lana malah melakukan aktivitas yang bertentangan dengan kemauan kedua orang tuanya.
Keesokan harinya ayahnya di beritahu atasannya untuk pindah tugas keluar kota. Ayah Lana pun memberitahukan kepada anak-anaknya dan istrinya bahwa ayah akan pindah tugas keluar kota di Pekanbaru. hentakan kaki ayahnya pun begitu kuat.
“Ayah mengumpulkan kalian disini karena ada yang ingin ayah beritahu kepada kalian. Ayah dapat kabar dari atasan ayah bahwa ayah akan di pindah tugas keluar kota. Jadi kalian juga harus ikut pindah bersama ayah,” ujar ayahnya kepada keluarganya.
“ Baiklah kalau begitu yah. Kalau ibu sih ikut saja dengan ayah, tetapi ibu tidak tau bagaimana dengan pendapat Putra dan Lana,” Seru ibunya.
“ Aku mau ikut kok yah. . tapi kalau aku ikut, aku tidak mau satu SMP dengan lana, nanti aku malaah di hina lagi disana kalau aku punya adik banci seperti lana. Aduuuh . . tidak terbayang aku,” Kata Putra kepada ayahnya.
Mendengar perkataan Abangnya tadi, hati Lana pun sangat sakit. Ia ingin sekali marah dan menangis pada saat itu, Tetapi perasaan marahnya di pendam di dalam hati. Lana hanya mengeluarkan air mata.
“ Yah, kalau begini aku tidak ikut saja dengan kalian, aku ingin disini saja bersama bibi,” jawab lana dengan nada sedih
“ Ha? Apa kamu tidak salah nak?” seru ibunya.
“ Tidak bu, aku tetap ingin di sini saja,” seru lana.
“ Sudalah bu, jangan kamu bantah anak itu,” Seru ayahnya.
“ Bagus deh kalau kamu gak ikut, Hahaha,” jawab Abangya sambil tertawa.
Tak terasa waktunya pun telah tiba. Sinar matahari sudah mula-mulai ingin membakar tubuh mereka. Mereka pun segera bersiap-siap menuju mobil dan berangkat ke Pekanbaru. Ibu, Putra dan ayahnya pun juga berpamitan kepada lana dan pembantunya. Perasaan lana pun sangat sedih pada saat itu, tetapi ia berusaha untuk tidak menangis karena takut di hina lagi. Setelah selesai berpamitan, mereka langsung memasuki mobil dan segera berangkat. Kakinya pun bergerak menuju kamarnya dengan hentakan yang sangat kuat. Ia sedih  sekali karena ia tidak sering lagi berjumpa dengan keluarganya. Walaupun mereka sangat mengesalkan, tetapi mereka juga baik sama lana.
Cuaca hari ini sangat bersahabat dengan lana. Kakinya pun bergegas menuju sekolah. Akhirnya lana pun tiba di sekolahan. Ketika bel telah berbunyi, semua anak-anak smp itu masuk ke kelasnya masing-masing. Setelah lana memasuki kelas, gurunya langsung memberitahukan kepada lana, bahwa Dinas Pariwisata mencari duta budaya yang akan dilaksanakan di pekanbaru. Lana ditunjuk oleh gurunya untuk membaca syair, Karena kemarin Lana telah memenangkan lomba syair itu. Setelah berfikir, lana pun setuju untuk mengikuti lomba syair itu. Bu shinta pun langsung memberi surat izin yang harus ditandatangani orang tua lana. Setelah bu shinta memberi surat itu kepada lana, lana pun terfikir sejenak tentang surat itu. Surat itu kan harus ditandatangani oleh orang tua
“ Oh ia, kan ada Pak Ngah ya. Jika tidak ada orangtua, kan boleh wali yang menandatanganinya.Yah, aku minta tanda tangan dengan dia saja,” Seru Lana.
Setelah mata pelajaran selesai. Lana pun bergegas pulang menuju rumah. Lana ingin membujuk Mang Dadang.
“ Pak Ngah. . hm.. mank, aku mau tau dong gimana tanda tangannya Mang Dadang.” Seru lana
“ wah den, Pak Ngah tidak mempunyai tanda tangan,” ujar lana.
“ hah. . tanda tangannya terserah saja mank. Yang penting mamang tanda tangan saja di kertas ini.
“ Okeh den,” Jawab Mang Dadang
Akhirnya Mang Dadang pun menandatangani kertas itu. Mang Dadang tidak tau apa-apa tentang kertas itu. Jadi ia percaya saja dengan apa yang di katakana lana. Keesokan harinya Lana pun segera berangkat kesekolah dan memberikan surat izin orangtua nya yang di tanda tangani Mang Dadang kepada gurunya. Lana pun berlatih dengan serius. Setelah memakan beberapa minggu. Lana pun akhirnya siap untuk bertanding.
Hari yang ditunggu oleh lana itu pun sudah tiba. Lana tampil dengan baik dan sempurna.. Setelah beberapa penampilan di tunjukkan, pengumuman pemenang lomba pun di umumkan. Lana sangat-sangat gugup sekali. Juaranya itu di bacakan dari peringkat ketiga. Setelah peringak kedua di bacakan, lana sudah sangat gugup. Peringkat satu pun di bacakan. Semua peserta lomba juga ikut nervest. Tak disangka dan tak diduga, lana lah pemenang lomba syair itu. Ia berloncat-loncat karena kegirangan. Lana pun meraih piala dan di nobatkan sebagai Duta Budaya oleh Dinas Pariwisata.
Kemenangan yang diraihnya pun telah masuk Koran. Lana tidak menyangka dengan semua ini. Ayahnya yang berada di Pekanbaru tidak sengaja membaca Koran yang didalamnya terdapat berita tentang kemenangan anaknya. Ayahnya betul-betul tidak menyangka bahwa anaknya menang mewakili provinsi riau. Ayahnya langsung bergegas pulang kerumah dan juga membawa untuk memberitahu keluarganya.
“ Bu. . Putra.. kesini sebentar. Ayah ada berita yang membanggakan bagi keluarga kita,” seru ayahnya sambil teriak kesenangan.
“ Ada apa yah,” seru istrnya dan Putra.
“ Ini baca Koran ini. Anak kita menang mewakili provinsi riau ini,lana mendapatkan peringakat pertama. Aku sangat bangga dengan anak kita. Ternyata bakat dia memang di bidang kesenian ya bu. Kita tidak boleh melarangnya. Karena kerja keras lana lah membuat provinsi kita menang,” kata ayahnya menjelaskan.
“ Ia yah, besok kita harus segera pulang untk mengucapkan selamat kepada anak kita,” kata ibunya lana.
Keesokan harinya mereka pun segera pergi. Setelah lama di perjalanan akhirnya mereka sampai dan langsung masuk kerumah.
“ Nak. . ibu minta maaf atas kesalahan ibu selama ini, karena ibu telah meremeh kan kemampuanmu,” ujar ibunya sangat menyesal.
“Ia nak, ayah juga. Maafkan ayah selama ini meremehkan kamu nak. Karena bakat kamu, kamu bisa membawa provinsi ini kedalam kemenangan,” jawab ayahnya dengan tegas.
“ Dek, abg juga minta maaf telah berkata-kata yang tidak sopan dengan kamu. Maaf dek,” kata Abangya dengan mata yang berkaca-kaca.
“ Tidak apa-apa kok ayah, ibu, abang. Jika tidak ada kalian aku juga tidak berhasil seperti ini,” jawab lana.
Mereka semua akhirnya menyadari bahwa anaknya itu mempunyai bakat di bidang seni, dan kemampuan seseorang pun tidak boleh kita larang. Dengan tingkah laku lana yang seperti perempuan itu juga dapat membuahkan hasil bagi dirinya, keluarganya dan provinsi riau.


cerpen ini yang membuat aku juara 3 se-Riau..tapi cerpen nya udah di edit, yang cerpen di atas yang belum di edit.yang udah di edit di plashdisk kawan:)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar